Sampai saat ini kasus konfirmasi positif COVID-19 masih terus bertambah di Indonesia. Per tanggal 2 Juni 2010, data dari worldmeters memperlihatakan Indonesia berada di urutan ke 33 kasus terbanyak dengan total kasus 26.940 dan masih menjadi negara tertinggi kedua di ASEAN di bawah Singapura.
Realitas di atas tentu sangat menyedihkan. Memperlihatkan seakan pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda tanda akan berakhir. Menurut kutipan dari halaman salah satu media berita online menyebutkan; beberapa pakar memprediksi akhir dari wabah COVID-19 di Indonesia antara Mei dan Juni. Prediksi tersebut juga didukung oleh salah satu guru besar FKM UI, beliau menambahkan akhir dari pandemi ini sangat bergantung pada tingkat kepatuhan dan perilaku masyarakat. Sementara itu sebuah lembaga riset dari lingkaran survey Indonesia menyebutkan; bulan Juli-September 2020 adalah rentang waktu dimana virus corona tak lagi menjadi masalah bagi dunia.
Jika mengamati informasi di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa laju kasus COVID-19 masih akan terus berlanjut, namun dampak terkait laju tersebut akan dapat dikendalikan. Hal ini tentu menarik, senada dengan apa yang dicanangkan pemerintah yaitu penerapan new normal di tengah pandemi. Pemerintah tentunya telah melakukan kalkulasi secara matang dan akurat terkait penerapan new normal ini.
Penanggulangan pun di upayakan dapat mencakup semua sektor, bukan hanya dari perspektif Kesehatan. Pandemi ini juga sangat berdampak pada sektor industri, dimana banyak pabrik atau perusahaan yang harus berhenti produksi, merumahkan karyawan, hingga menerapkan PHK yang mana secara langsung meningkatkan jumlah pengangguran dan penurunan kualitas hidup masyarakat. Kondisi tersebut menstimulus pemerintah Indonesia untuk merespon guncangan perekonomian nasional dengan menerapkan kebijakan new normal. Strategi ini di tempuh agar guncangan perekonomian nasional dapat diredam sambil terus menekan dan menyelesaikan pandemi COVID-19.
Kebiasaan baru
Pandemi ini secara langsung menstimulus kita agar meningkatan kecerdasan teknologi. Segala aktifitas baik itu perkantoran, kegiatan belajar mengajar, bahkan sampai perbelanjaan dapat dikerjakan di rumah dengan menggunakan teknologi. Kebiasaan baru ini mulai mandarah daging di kalangan masyarakat. Meskipun kondisi ini membuat terbatasnya interaksi sosial secara langsung, namun pola baru ini membuat kita efektif dan efisien dalam beraktifitas.
Kita juga melihat, pandemi ini seakan meningkatkan kecerdasan sosial dan emosional. Begitu banyak aksi aksi sosial baik itu dari lembaga atau komunitas yang saling gotong royong untuk sama sama meringankan dampak dari pandemi ini. New habit ini tentu tidak bisa kita anggap sebagai hal yang biasa. Kita tau bahwa, persatuan akan membuat kita semakin mampu menyelesaikan berbagai persoalan, semoga dengan peningkatan kecerdasan sosial dan emosional ini membuat kita semakin terkoneksi satu sama lain dan tidak ada lagi perpecahan.
Selain itu, Salah satu tantangan terbesar dari pandemi ini adalah bagaimana menggunakan akal sehat dalam menfilter informasi, sehingga dapat mengontrol reaksi emosional kita terhadap semua informasi. Inilah yang memuntun kita untuk melakukan hal hal rasional sehingga secara langsung mendidik kita untuk lebih selektif dalam mempercayai informasi dan menfilter informasi hoax.
Strategi new normal
Kekhawatiran terbesar dari penerapan new normal adalah munculnya gelombang kedua kasus konfirmasi positif COVID-19. Korea selatan contohnya, ditemukan cluster baru virus paska penghentian lockdown. Mestinya ini menjadi pelajaran berharga bagi kita. Meminimalisir segala resiko harus dipetakan sebaik mungkin. Negara harus mampu membaut regulasi aturan yang terpercaya dan tegas dalam penerapan. Jangan sampai new normal ini malah membuat kita kembali kepada kondisi sebelumnya atau bahkan mengalami kemunduran.
Formulasi kebijakan new normal ini akan mencapai hasil yang baik apabila adanya kolabirasi yang baik antara pemerintah dan seluruh elemen dari masyarakat. Upaya untuk mensosialisasikan kebijakan baru dan tindak tegas bagi yang melanggar harus menjadi prioritas. Pemberlakuan new normal ini juga harus di dukung dengan infrastruktur pendukung yang adekuat, seperti di beberapa tempat fasilitas publik, tempat ibadah, sekolah. Semua fasilitas tersebut dalam melakukan aktifitas harus terkoordinasi dengan baik dalam penerapan physical distancing dan higienitas yang baik.
Monitoring dan evaluasi ketat berkala dan berkelanjutkan tentu harus dilakukan dalam durasi waktu yang singkat selama penerapan new normal. Dengan upaya ini titik lemah dapat segera di identifikasi dan ditanggulagi agar ketakutan munculnya gelombang kedua lonjakan kasus paska penerapan new normal dapat dikontrol.
Beberapa kebijakan stategis dalam penanggulangan COVID-19 yang di gadang pemerintah terbukti belum efektif untuk menekan penyebaran penyakit tersebut, penulis beranggapan ini terjadi karena pengambilan kebijakan berdasarkan data yang saat ini tidak lagi riil di lapangan. Munculnya bias informasi di komunitas menyebabkan data menjadi tidak akurat. Adanya terobosan yang dapat menyajikan big data secara rill dan mengurangi bias informasi akan sangat mendukung dalam menyusun strategi yang tepat sasaran,
Terdapat pelajaran berharga yang dapat di petik dari negara China dalam penanggulangan COVID-19, bagaimana mereka bisa melakukan dan mengawasi karantina terhadap pasien, orang dalam pengawasan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala (OTG) atau orang yang berpotensi tertular COVID-19 dengan metode yang sangat efektif dan berbasis teknologi, sehingga proses karantina benar benar berjalan sesuai protokol. Tidak ada orang yang dikarantina bisa keluar rumah karena akan langsung terdeteksi dengan menggunakan lokasi geografis (geo location) di hp mereka yang memberi peringatan kepada pemerintah seandainya orang ini keluar dari tempat karantina nya. Lokasi geografis ini juga akan memberi peringatan kepada orang orang sekitarnya akan adanya resiko penularan.
Kita juga dapat mencontoh Taiwan, negeri tersebut merupakan salah satu negara yang saat ini terlihat sukses menerapkan new normal. mereka sangat ketat dalam penerapan higienitas diri dan physical distencing. Kelompok yang beresiko tinggi terpapar COVID-19 seperti usia tua, orang dengan penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru kronis dan lainnya harus melakukan aktifitas dirumah. Bukan itu saja mereka juga sangat giat dalam melakukan tracking kasus kasus baru agar tidak semakin meluas.
Terakhir, mari kita mengendalikan ego dan meningkatkan toleransi untuk menjalankan segala protokol new normal dengan benar agar dampak dari pandemi COVID-19 dapat dikendalikan dengan baik dan pandemi ini segera berakhir.